Wartawan Pasuruan, Diduga Diintimidasi Oknum TNI, Terkait Pemberitaan Aktifitas Gempol 9


PASURUAN – Intimidasi terhadap jurnalis kembali terjadi di Kabupaten Pasuruan, Pur, sapaan akrabnya salah satu wartawan media online, menjadi korban Intimidasi dari beberapa oknum anggota TNI, terkait pemberitaan aktifitas warkop di Gempol 9.


Menurut keterangan Pur, dirinya mengaku didatangi oleh beberapa anggota TNI dari Koramil setempat, tepatnya di Dusun Legok, Desa Legok, Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan, saat ngopi di warkop sebelah rumahnya. Kamis 30/11/23.


“Sekitar pukul 21:00, ada tiga orang anggota TNI mendatangi saya, untuk konfirmasi terkait aliran dana upeti yang masuk ke Koramil, selanjutnya mulai berdatangan anggota TNI yang lain hingga kurang lebih antara 15 sampai 20 anggota, ada yang berseragam lengkap dan ada yang berbaju preman, spontan membuat istri dan anak saya shock, karena kehadiran mereka,” jelasnya.


Untuk menjaga dampak psikologi keluarga, maka saya ajak geser ke tempat warkop yang agak jauh dari rumah, yang intinya mereka keberatan atas pemberitaan adanya aliran dana upeti pengamanan warkop Gempol 9 ke Koramil.


“Danramil yang datang bersama anggota, meminta klarifikasi terkait keabsahan data pemberitaan tersebut, terkait aliran dana upeti ke Koramil, Danramil merasa keberatan dengan pemberitaan tersebut, karena tidak pernah merasa menerima, kalaupun ada oknum yang menerima, sebutkan siapa, agar bisa diproses,” ungkap Pur.


Lebih lanjut Pur juga menjelaskan, terkait pemberitaan adanya aliran dana upeti yang mengalir ke beberapa instansi, saya mempunyai narasumber yang jelas, dan untuk take down pemberitaan tersebut itu murni inisiatif saya sendiri, untuk menjaga situasi yang kondusif,” ujarnya.


Aksi solidaritas terhadap rekan seprofesi yang digagas, Direktur Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUSAKA), Lujeng Sudarto, bersama wartawan dan NGO seluruh Kabupaten Pasuruan, mengecam segala bentuk tindakan represif ataupun intimidasi dari oknum anggota TNI.


Dalam aksi solidaritas yang bertempat di Taman Dayu tersebut, Lujeng Sudarto yang ikut mendampingi korban menegaskan, bahwa seharusnya kejadian ini tidak perlu terjadi. Aparatur negara seharusnya tidak melakukan intimidasi atau persekusi kepada wartawan yang sedang menjalankan fungsinya dalam melaksanakan kegiatan jurnalistiknya.


“Datang malam-malam ke rumah orang dengan membawa banyak anggota, klarifikasi terkait pemberitaan adalah bentuk arogansi institusi. Ini adalah pelajaran buat rekan media, NGO atau LSM, bahwa tindakan represif dan kesewenangan aparat itu harus kita lawan,” tegasnya.


Lujeng juga menjelaskan, bahwa pers itu memiliki peran sebagai penyeimbang peran Negara. Demokrasi itu tidak akan berjalan kalau aparat melakukan tindakan represif ataupun intimidasi kepada media dan NGO (LSM).


Rekan kita Purnomo, sedang menjalankan kegiatan jurnalistiknya, kalaupun pemberitaan tersebut tidak benar, kan bisa diluruskan dengan menuntut hak jawab sesuai dengan UU Pers.


Kejadian ini adalah bentuk arogansi aparat, kalaupun mau klarifikasi, kan bisa dengan etika, tidak datang malam-malam ke rumah orang, dengan membawa semua anggotanya, ini kan pelanggaran institusional,” ucapnya.


Harapan saya, meskipun kita antara media dan LSM, beda kepentingan dan afiliasinya, ketika menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing di lapangan, dan mengalami tindakan represif ataupun intimidasi, kita harus solid, kejadian ini bentuk solidaritas kita semua antara media dan LSM terhadap kejadian yang menimpa saudara kita Purnomo,” pungkasnya. (Endang)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama